Problematika Kampus UNM
''Pendidikan''
Oleh: Ardi Raju Ronferus Butar-Butar
Perubahan kegiatan belajar dan mengajar sangat terlihat
sejak pandemi Covid-19 melanda. Kegiatan belajar mengajar yang semula harus
berada di ruang kelas perlahan mengalami pergeseran dengan adanya kegiatan
belajar dari rumah tanpa tatap muka secara langsung. Proses pembelajaran yang
berubah tersebut berdampak pada beberapa aspek, seperti perlunya adaptasi mahasiswa
terhadap konten belajar, hilang nya keprefesionalime dosen sebagai tenaga
pengajar, hingga penggunaan gadget untuk menunjang kegiatan belajar. Mahasiswa hanya
diberi materi pembelajaran lewat media sosial atau platform tanpa adanya
penjelasaan materi yang di berikan oleh dosen kepada mahasiswa fakultas ilmu
sosial dan hukum. khusus demi tercapainya tujuan pembelajaran. Baik mahasiswa
maupun dosen sama sama berusaha mencapai tujuannya masing-masing. Pembelajaran
tanpa tatap muka yang semula dianggap sulit untuk diterapkan perlahan menjadi
hal yang wajar. Ya karena Mahasisiswa Mau tidak mau, mahasiswa harus
membiasakan diri belajar mandiri tanpa dosen yang mendampingi dan memberikan
penejelasan mengenai materi yang hanya di berikan lewat link SYAM-OK
Tahun akademik 2022/2023 akan segera berakhir, namun pada
kenyataannya di Fakultas Ilmu Sosial Dan Hukum di UNM, masih banyak persoalan
yang tak kunjung terselesaikan, utamanya Profesionalisme dosen. Idealnya tenaga
pendidik dalam hal ini dosen, tidak mampu melakukan transformasi keilmuan pada
mahasiswa dengan membuka sebuah percakapan dialog dengan mahasiswa di ruangan
perkuliahaan atau yang sering kita sebut berdialektika. Namun pada
kenyataannya, ada beberapa dosen yang melakukan aktivitas perkuliahan dalam
beberapa pertemuan,dan tidak benar-benar melaksanakan kewajibannya secara penuh
sebagaimana yang di atur dalam UNDANG-UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG GURU DAN DOSEN, Terkhusus di pasal 60
poin B, ” Merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan
mengevaluasi hasil pembelajaran”. Namaun
yang terjadi sekarang adalah Ada saja beberapa oknum dosen yang dalam aktivitas
pembelajarannya, melakukan nya dengan tidak terencana. Contoh nyatanya adalah,
beberapa pertemuan perkuliahan tidak di isi dengan interaksi keilmuan,
mahasiswa sebagai pesrta didik hanya di arahkan untuk absen dan mengerjakan
tugas. Mau tidak mau, mahasiswa harus membiasakan diri belajar mandiri tanpa dosen
yang mendampingi dan memberikan penejelasan mengenai materi yang di bawakan . dan
Lagi soal dosen dan metode perkuliahan, dalam Peraturan Akademik UNM Pasal 23
Poin, 5 “Kegiatan perkuliahan dilakukan dengan menggunakan sistem daring
sebanyak 30%”, artinya dalam 16 kali pertemuan, maksimal dosen melakukan
aktivitas perkuliahan secara online adalah 5 kali pertemuan dalam setiap mata
kuliah. Akan tetapi pada realitanya, banyak mahasiswa yang mengatakan bahwa
masih banyak mayoritas dosen melakukan aktivitas perkuliahan secara daring
melebihi batas maksimal, dan bahkan ada beberapa dosen yang 90% aktivitas
perkuliahannya dilakukan secara daring. Hal ini justru menjadi gambaran nyata
bagi kita, bahwa di Fakultas Ilmu Sosial Dan hukum tidak benar-benar menjadi
regulasi sebagai pijakan utama dalam melakukan aktivitas akademik Hal tersebut
sebenarnya bisa menjadi alasan untuk menyelesaikan ketimpangan pendidikan yang
masih ada di Indonesia. Terutama di universitas negri makassar
Sebab, tidak semua wilayah di Indonesia bisa mengakses
pendidikan secara layak dengan fasilitas maksimal dan terbaik. Terutama pada
fakultas ilmu sosial dan hukum yang dimana fasilitas merupakan salah satu
masalah yang sangat urgen bagi mahasiswa karena setiap tahun nya universitas
negri makassar menambah kan jumlah kouta penerimaan mahasiswa baru namun timbul
lah sebuah masalah lama yang terjadi adalah adanya tidak kesusaian sarpas dalam
fakultas ilmu sosial dan hukum dengan jumlah mahasiswa yang di terima setiap
tahun nya yang dimana ini merupakan salah satu masalah yang saling
berkisinambungan dengan dengan masalah mengenai sistem pembelajaran yang di
lakukan secara offline karna masih banyak mahasiswa yang mengeluh karena mereka
tidak mendapatkan fasilitas yang tidak layak seperti kursi dan meja yang di
gunakan dalam proses pembelajaran tidak hanya kursi dan meja banyak juga
fasilitas di ruangan kelaa yg telah rusak tapi tidak kunjung di lakukann
perbaikan dan banyak mahasiswa yang beranggap bahwa adanya ketidaksusaian uang
ukt dengan fasilitas di berikan pihak pimpinan universitas terhadap mahasiswa Dengan
adanya sistem belajar non tatap muka menggunakan teknologi, siswa yang berada
di daerah mana pun berpeluang mendapatkan pendidikan dengan kualitas yang sama.
Fasilitas pembelajaran penunjang di dalam ruangan yang tidak dapat diakses di
tempat mahasiswa juga yang akan menjadi penghalang keberhasilan pembelajaran.
Sayangnya, belum semua daerah di Indonesia bisa
mengakses teknologi. Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena kunci
keberhasilan penerapan pembelajaran non tatap muka adalah penggunaan teknologi. Dengan di barengi dengan penerapan sesuai dengan
kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah
Apabila mahasiswa ‘melek’ teknologi, masalah ketimpangan
pendidikan bisa teratasi terlebih lagi jika siswa tersebut benar-benar
memaksimalkan teknologi yang sudah didapatkan. Oleh karena itu, diperlukan
kerja sama berbagai pihak untuk bisa menuntaskan masalah pendidikan.
Komentar
Posting Komentar