KEPERCAYAAN MASYARAKAT DUSUN LONGKA DENGAN KELELAWAR TERKAIT AKAN DATANGNYA BENCANA ALAM
LAPORAN HASIL PENELITIAN
KEPERCAYAAN MASYARAKAT DUSUN LONGKA
DENGAN KELELAWAR TERKAIT AKAN DATANGNYA
BENCANA ALAM
KELOMPOK 5 :
Muh Ihsan Haftafilia (Legong)
Fadullah Baso (Gambyong)
Agnes Yunita Menge (Bedhaya)
Riani Bunga Samma (Saronde)
Nuriana maulai (Cokek)
Hanisyah (Sajojo)
DUSUN LONGKA
Desa Jonjo adalah kecematan yang berada di Kabupaten Gowa,Berada
tepat di dusun Longka,dengan jalan yang menanjak dan menurun serta berkelok
kelok menuju desa itu dan tempatnya lumayan terpencil. Masyarakat dusun di
Longka banyak berpenghasilan sebagai petani dan juga berkebun. Dusun
Longka juga merupakan dusun yang ekologis dengan banyak sungai dan banyak
persawahan yang subur.
Tidak hanya itu, masyarakat disana masih mempercayai adat dan budaya
yang sangat terikat dengan hal-hal yang berbau klenik. Tradisi yang diturunkan
dari generasi ke generasi ada banyak salah satunya mitos kelelawar namun
menurut narasumber yang memberikan informasi bahwa khsusnya di desa
longka kepergian kelelawar menjadi tanda akan datangnya hal – hal buruk
LEGENDA KELELAWAR
Dari turunya 3 tumanurung yang turun ke desa Jonjo,dikatakan
tumanurung karena tidak di ketahui asal usulnya. pada saat tiga tumanurung itu
turun ke desa Jonjo desa tersebut belum memiliki pemerintahan dan tumanurun
pertama yaitu tumanurung ketua menjadi karaeng di Parigi.
Yang menjadi Karaeng ke dua yaitu wanita, yang singgah sananya konon
bersebelahan sd Parabbua yang berada di sebelah timur.Karaeng wanita ini di
sebut juga Karaeng tulibaniakanana demikianlah karena setiap ada orang yang
memiliki keperluan selalu membawa talang atau baki yang dan di sodorkan
dengan rokok dulu atau leko atau sirih yang sudah di atur sedemikian rupa
kemudian di sodorkan ke karaeng wanita tersebut namun ketika orang tersebut
menyodorkannya ia tidak berani menatap wajah karaeng wanita tersebut. Ketika
ia mau menyampaikan keinginannya ia harus membuang uang gobang ke
talang, saat talang tersebut berbunyai akibat uang yang di lemparkan, barulah
karaeng wanita tersebut menjawap dari pertanyaan dari orang yang memiliki
keperluan tersebut, dan begitu seterusnya, makanya di sebut raja baine karana
suaranya di beli.
Dan yang tiga itu Karaeng Kasepekan. Kareang kasepekan ini sangat
tidak suka di panggil Kasepekan karena dalam bahasa makassar yaitu tasappe
atau terhempit di atar dua gunung besar.
Pada masa penjajahan Belanda.
Belanda mengusulkan nama Kasepekan menjadi longka yang mana nama
Longka di ambil dari pembalikan atau plesetan dari kata Kalong (Kelelawar).
Dan dahulunya orang-orang menganggap bahwa kampung tersebut menjadi
kerajaan dari kalong, semua pohon yang ada di kampung tersebut di penuhi oleh
kalong dikatakan pula bahwa kelelawar saat itu tidak menjadi hama atau tidak
merugikan petani malah menguntungkan bagi masyarakat karena kelelawar
menjadi sumber utama pupuk kompos di masyarakat dusun longka
Menurut sepengetahuaan tokoh pemangku adat Daeng Pasikki dahulu
Karaeng longka mengamuk jika ada yang menembak kalong karena ia
merasakan kesakitan jika ada yang menebak kalong tersebut, ia merasakan
kesakitan kepala jika ada yang memebak kalong, semenjak itu ia mengusir
siapapun yang menggangu ketenangan kalong yang hidup di desa longka
Namun kisaran tahun 90-an sampai 2000an baru kalong ini pergi atau
hilang entah kemana dikarenakan pengurangan habitat atau pemotongan pohon
serta kedatangan kelelawar putih yang diyakni sebagai raja dari para kelelawar
ketika ia hadir maka kawanan kelelawar akan pergi mengikuti kepergian
kelelewar putih.
Setelah kepergian kelelawar, kejadian atau bencana alam pun terjadi,
sepengetahuaan tokoh pemangku adat Daeng Pasikki nenek moyang terdahulu
mulai mencocok logikan dengan kepergian kelelawar sebagai tanda bahwa
kepergian kelelawar merupakan tanda akan datangnya musibah ataupun
bencana alam
Komentar
Posting Komentar