Sistem Mata Pencaharian serta Hutan Mangrove sebagai Iconic Nelayan Untia
*Kelompok 2*
- Imran Arirusandi
- Dewi Fortuna Humairah
Para nelayan Untia berdiri di tahun 1995 kemudian dihuni pada tahun 1998 oleh masyarakat yang bermigrasi dari pulau Lae-Lae. Masyarakat pindah dikarenakan akan adanya pembangunan hotel serta masyarakat di janjikan akan di bangunkan tempat pelelangan ketika mereka berpindah ke Desa Nelayan Untia.
Namun kondisi yang sebenarnya setelah masyarakat bermigrasi hotel yang seharusnya dibangun di Pulau Lae-Lae justru tidak jadi dibangun berdasarkan pertimbangan bahwa pulau tersebut tidak memungkinkan untuk dibangunnya Hotel. Masalah lain yang muncul, tempat pelelangan yang seharusnya telah di janjikan oleh pemerintah ingin di pindahkan lagi ke Barombong padahal dengan dibangunnya tempat pelelangan ikan di Desa Nelayan Untia akan membawa keuntungan bagi masyarakat. Masalah ini memicu masyarakat tempat pelelangan tersebut.
Penagihan janji tersebut dipeloporinya oleh salah satu toko masyarakat Desa Nelayan Untia. Yang biasa dikenal dengan Nama Pak Dinas. Sehingga janji tersebut terpenuhi dengan baik. Setelah masalah tersebut selesai masyarakat dapat kembali melakukan aktivitas mereka dengan baik sebagai seorang Nelayan. Masyarakat Desa Nelayan Untia mayoritas bermata pencaharian sebagai Nelayan. Dewasa ini, masyarakat yang bermata pencaharian sebagai Nelayan sudah banyak yang mencari pekerjaan sampingan. Hal ini dikarenakan adanya faktor alam yang membuat kurangnya keuntungan bagi Nelayan.
Faktor-Faktor tersebut karena terjadinya kondisi arus ombak dan angin kencang, adanya beberapa bulan yang memiliki curah hujan yang tinggi dan adanya pengendapan lumpur yang membuat perahu kandas serta susah untuk di bersihkan. Hanya tinggal nelayan pendahulu yang hanya mengandalkan hasil nelayannya dan tidak mengambil pekerjaan sampingan. Masyarakat yang mengambil pekerjaan sampingan rata-rata bekerja sebagai buruh lepas dan ada juga salah seorang warga yang berwirausaha sebagai pengrajin penganyam Rotan.
Di samping mayoritas penduduk sebagai seorang Nelayan yang utamanya dilakukan laki-laki, perempatan di Desa Untia, juga mereka membangun usaha-usaha kecil-kecilan seperti toko klontong dan ada juga bekerja sebagai pengupas kulit Kacang Mente. Perempuan yang bekerja sebagai pengupas kulit Kacang Mente diberikan upah sebesar Rp 130.000 dalam seminggu. Kacang Mente tersebut diambil dari perusahaan Komestra. Kemudian Perusahaan Komestra membagikan 50 karung ke setiap ketua Mente, yang kemudian dibagikan kembali ke pengupas Kulit Kacang Mente. Sesuai dengan permintaan kemampuan mereka. Biasanya pekerjaan ini dilakukan para wanita untuk mengisi waktu luang dengan produktif. Para warga sebisa mungkin selalu ingin melakukan sesuatu yang menghasilkan karena salah satu kebutuhan pokok mereka yaitu Air bersih sulit untuk terpenuhi. Kebutuhan Air bersih di Desa Nelayan Untia terakhir berfungsi dengan baik di Tahun 2006. Hal ini berawal dari banyaknya Industri yang membangun di dekat Desa Nelayan Untia.
Perusahaan tersebut mempunyai mesin air yang besar berkapasitas hingga 25 km. Sedangkan pipa air PDAM antara warga dan Industri itu satu pipa. Sehingga Air susah sampai kepada masyarakat. Karena mesin yang dimiliki Industri memiliki tarikan air yang kuat. Hal ini sempat di protes oleh masyarakat yang di pelopori oleh Pak Dinas. Namun sampai saat ini pihak PDAM belum juga menyelesaiu permasau pipa antara warga dan Industri, padahal dalam aturan pipa antara warga dan Industri harus terpisah.
Berbicara tentang Industri, Hutan mangrove mempunyai dampak terhadap pembangunan Industri. Hutan Mangrove. Selama ini sangat dijaga oleh masyarakat, bahkan jika ada mahasiswa ataupun relawan yang ingin masuk menanam mangrove itu sangat diterima oleh masyarakat. Mengapa demikian? Karena selain untuk menahan ombak dan abrasi, hutan mangrove mempengaruhi peran penting untuk menghalau perusahaan Industri yang ingin membangun di daerah pinggir pantai. Perumahan Industri Bakan membawa dampak buruk jika membangun di pinggir pantai karena justru akan menyebabkan abrasi dan ombak yang besar bisa masuk serta yang paling fatal, Desa Nelayan bisa tenggelam karena tidak adanya hutan mangrove.
Komentar
Posting Komentar