Kampung, Nelayan dan Air

 *Kelompok 3*

  • Fikiran Nurzaman Kahar
  • Nursri Rahayu
  • Zalshabila Rahmadhani


       Kampung Nelayan Untia awalnya adalah sebuah lahan Empang yang disediakan pembangunan di pulau tersebut. Kampung ini telah berdiri sejak 1998 dengan 14 RT dan 5 RW. Namun, menurut pengakuan masyarakat setempat pemerintah hanya berkunjung beberapa kali. Kecuali saat musim-musim pemilu.

  Masyarakat kampung Nelayan Untia penduduknya merupakan suku asli Makassar dengan kebanyakan asal Bajo. Sehingga mayoritas menggunakan bahasa bahasa Makassar. Tetapi, beberapa juga menggunakan bahasa Bugis tergantung pada lingkungan ia bersosialisasi.

   Kampung ini sendiri deberi nama kampung Nelayan karena mata pencaharian penduduk adalah sebagai Nelayan. Selain itu, hal ini disebabkan juga penduduk berasal dari wilayah pesisir sebelumnya. Di musim penghujan seperti sekarang akan sangat rawan bagi para nelayan akan berganti potensi sementara menjadi buruh. Adapula yang tetap bertahan menjadi Nelayan hanya saja mereka akan merantau ke pulau Kalimantan, Ternate dan wilayah lainnya. Tidak sampai disitu, para ibu akan turut membantu memenuhi kebutuhan di musim penghujan ini. Tidak jarang pula para Ibu akan pergi bekerja dan para Ayah tinggal di rumah untuk melakukan pekerjaan rumah.

      Wilayah perkampungannya yang terletak di pesisir pantai tidak sebelumnya mudah mendapatkan akses Air. Terhitung sejak 1998-2008 warga masih bisa mengakses air melalui PDAM. Setidaknya warga harus membeli Air  untuk 1 "Tanding" seharga Rp 55.000 - Rp 80.000. Menurut warga itu hanya bisa digunakan 3-14 hari dengan pemakaian yang sangat hemat. Terdapat penampungan bawah tanah yang dibuat oleh pemerintah telah diisi namun, tidak ada saluran untuk mengalir Air ke rumah warga hingga saat ini.

    Selang beberapa tahun terakhir jarang terjadi banjir karena adanya "Pintu" keluar masuk Air saat hujan. Awalnya ada 3 pintu Air. Setelah beberapa tahun hanya tersisa 1 pintu Air. Hal ini membuat warga tidak bisa memprediksi akan adanya banjir tahun ke depan.

     Setelah memberikan beberapa penjelasan mengenai apa yang ada di kampung ini, kami tetap terkesan akan keramahan dan kerukunan masyarakat setempat, selain itu, pemikiran untuk mengejar ke tertinggalan meningkatkan kesadaran masyarakat di pelopori oleh Bapak Dinas. Satu-satunya hal yang sangat dilindungi warga adalah hutan mangrove.

Salam Lestari!!

Komentar

Postingan Populer

Sistem Kuliah Online UNM terinfeksi Covid-19, Mahasiswa Sesak Akal

Stigma Mahasiswa Gondrong

HMPS PENDIDIKAN ANTROPOLOGI FIS UNM Adakan Baksos di Bumi Sawerigading

Teruntuk kaum rebahan, mari kita hilangkan kesenangan "Hore, kuliah online"