Kumandang Takbir Punah Dikepalan Tangan Kiri Pemuda
Takbir berkumandang bertalu talu dari setiap surau, setiap sudut desa kutemui muda mudi sedang asik memasukkan segenggam beras kedalam pelepah kelapa yang sudah di anyam sedemikian rupa membentuk segitiga dengan dua ujung helai janur yang dikepang, pertanda hari besar ummat muslim segera datang.
Kedataganku di kampung halaman ternyata tak sepenuhnya membawa kedamaian, rupanya setiap gemah takbir menggetarkan sukma hingga terasa menampar raga. Masih hangat terasa perjuangan kawan-kawan lembaga kemahasiswaan beberapa pekan lalu yang menuntut pemotongan UKT, rupanya alarm demokrasi dinegeri kita masih berfungsi.
Meski begitu ada perasaan yang tidak terselesaikan seperti dua titik yang mengarahkanku pada tulisan Bung Tomo dalam buku "Menembus Kabut Gelap", Bung Tomo mengatakan pada pengumuman BPRI kali pertama setelah bisa mengudara pada 13 Oktober itu menjadi moment pertama kali baginya mengumandangkan takbir.
''Sebab kekuatan siapa lagi yang akan kita andalkan, sedangkan senjata tidak lengkap. Lawan kita pasukan Inggris sudah siap siaga memusatkan panser-panser dan kapal-kapal perangnya. Kecuali semangat patriotism, saya kira tidak lain kekuatan kita hanya perlindungan Allah. Perlindungan Allah itu hanya bisa terjadi kalau kita menyadari bahwa Allah itu Mahakuasa. Untuk menunjukan Allah itu Mahakuasa saya kira perlu diresapkan makna ucapan yang selalu menggetarkan jiwa manusia, baik pada waktu perang maupun waktu mendengar seruan azan, Allahu Akbar, tulis Bung Tomo.
Bung Tomo yang tampil sebagai orator ulung dengan suara pekikan takbirnya telah membakar semangat rakyat untuk berjuang melawan penjajah, namun saat ini suara takbir tak lagi terdengar di setiap mulut pemuda yang mendambakan kemenangan. Nilai nilai religius perlahan dikesampingkan karna bukan ranahnya, negarapun dengan alot dan sentimennya tak pandang bulu mencap makar gerakan yang berasaskan perdamaian namun membawa-bawa agama.
Tuhan tak lagi diikut sertakan di setiap perjuangan, agama hanya ditempatkan pada kegiatan kegiatan kerohanian. Semangat spiritual pemuda nampaknya telah sirnah dimakan gelagapnya dunia perjuangan ala Karl Marx, lantas dengan apalagi kita membakar semangat kemerdekaan yang telah mereka bangun dengan pondasi keagamaan.
Gema takbir masih berkumandang, aku meyakini senandung yang membasahi sukma ini akan masih bertalu-talu menembus dinding ruang dan waktu, mulai dari saat keluarnya dari mulut Bung Tomo hingga sampai pada telinga kotor sipembual yg rakus akan kekuasaan, aku yakin mereka mendengar alunan indah ini namun aku tidak yakin mereka bergetar mendengar ini.
Selamat Hari Raya Idul Adha.
Penulis : Muhammad Fajar
Komentar
Posting Komentar